Pengembangan Kurikulum Model Taba
Model pengembangan kurikulum ini oleh Hilda Taba
ini berbeda dengan lazimnya yang banyak ditempuh secara yang bersifat dekduktif
karena caranya induktif oleh karena itu sering disebut “Model Terbalik” atau
“Inverted Model”.
Pengembangan kurikulum model ini diawali dengan
melakukan percobaan, penyusunan teori, dan kemudian baru ditetapkan. Hal itu
diharapkan dimaksudkan untuk lebih mempertemukan antara teori dan pratik, serta
menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan yang terjadi dalam kurikulum yang
dilakukan tanpa kegiatan percobaan. Dalam pendekatanya, Taba menganjurkanuntuk
lebih mempunyai informasi tentang masukan (input) pada proses setiap langkah
proses kurikulum, secara khusus, Taba mengajurkan untuk menggunakan pertimbangan
ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar
(psikologis kurikulum). Untuk memperkuat pendapatanya, Taba mengkalim bahwa
semua kurikulum disusun dari elemen-elemen dasar. Suatu kurikulum bisanya
berisi seleksi dan organisasi isi; itu merupakan manisfetasi atau implikasi
dari bentuk-bentuk (patterns) belajar dan mengajar. Kemudian, suatu program
evaluasi dari hasil pun akan dialakukan.
Perekayasaan kurikulum secara tradisional
dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih. Panitia ini bertugas :
a.
Mempelajari
daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan kesepakatan fundasional
b.
Merumuskan
desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang telah
dirumuskan
c.
Mengkonstruksi
unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain
d.
Melaksanakan
kurikulum pada tingkat atas.
Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini
cendemng untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan inovasi kreatif, sebab
membatasi kemungkinan mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Taba menyatakan
bahwa :
a.
Bila
perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh maka sebelumnya
harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan diuji.
b.
Panitia
penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat menduduld rencana-rencana kurikulum
yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas dasar logika bukan
empirik
c.
Karena
mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang dihasilkan
cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat umum dan abstrak dan sedikit
membantu untuk melaksanakan praktek instruksional
Ketiga masalah tersebut menunjukkan efesiensi
perekayasaan kurikulum yang tradisional dan kesenjangan antara teori dan
praktek. Suatu contoh adanya disfungsi dalam teori praktek terdapat pada core
kurikulum yang dirancang untuk mengajukan (1) Integrasi isi / materi, (2)
Hubungan dengan kebutuhan siswa-Jalannya praktek core tersebut umumnya hanya
merupakan reorganisasi administratif, block of time mata ajaran-mata ajaran
yang terpisah-pisali, dan dimana masalah-masalah kehidupan terisolasi dari
materi (content) yang valid. Bentuk core yang dilaksanakan berdasarkan rekayasa
deduktif menghasilkan pemisahan teori dan praktek
Taba mengajukan pandangan yang berlawanan
dengan urutan tradisional dengan mengembangkan inverted model, yakni : langkah
awal dimulai dari perencanaan unit-unit mengajar-belajar yang spesifik oleh
para guru, bukan diawali aengan desain kerangka (framework) yang umum.
Urut-unit tersebut diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada gilirannya
digunakan sebagai dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh
(overall design). Keuntungan digunakannya inverted sequence ini ialah :
a.
membantu
untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena produksi
unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan pengalaman praktis.
b.
kurikulum
yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh guru-guru
lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah dimengerti
dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang dihasilkan oleh umtan
tradisional
c.
kurikulum
yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar lebih
berpengaruh terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum yang ada
Langkah-langkah pengembangan kurikulum Hilda
Taba (1962) mengemukakan perekayasaan kurikulum terdiri atas 5 langkah
berurutan, ialah :
a.
Menyusun
unit-unit kurikulum yang ada dan diujicobakan oleh staf pengajar
Kelompok tenaga pengajar membuat unit eksperiment sebagai
ajang untuk melakukan studi tentang hubungan teori dan praktek. Ekperimen
dirancang melalui kegiatan berikut:
1)
Diagnosing
needs
Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi,
kesulitan serta kebutuhan-kebutnhan siswa dalam suatu proses pengajaran.
2)
Formulating
Specific Objectives
Merumuskan titik penting yang menjadi teaching leaming unit
3)
Selecting
Content
Pemilihan isi (materi) berdasarkan kesepadanan dengan tujuan
khusus, dan harus mempertimbangkan tingkat validitas dan signifikannya
4)
Organizing
Content.
Pengorganisasian materi dilakukan berdasarkan tingkat
kemampuan awal serta minat siswa. Pengorganisasian isi disusun dari konkrit
keabstrak dan dari mudah ke sulit.
5)
Selecting
Learning Experiences (Avtivities).
Pengalaman belajar disusun dengan maksud terjadi interaksi
antara siswa dan materi pelajaran. Karena setiap materi memiliki beberapa
fungsi tertentu.
6)
Organizing
Leaming Experiences Avtivities
Pengalaman belajar siswa disusun dan diorganisasikan dengan
sekuensi dan organisasi materi (content)
7)
Evaluating
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan
unit oleh siswa. Hasil evaluasi berguna untuk menentukan tujuan, diagnosis
kesulitan belajar, serta penilaian dalam rangka pengembangan dan revisi
kurikulum.
8)
Checking
for Balance and Seguence
Pengecekan terhadap keseimbangan setiap hal dalam
pengembangan.
b.
Mengujicobakan
untuk mengetahui kesahihan dan kelayakan kegiatan belajar mengajar.
Teaching-learning
units yang dihasilkan pada langkah pertama perlu diujicobakan di kelas-kelas
eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui tingkat validitas dan keyakinan terap bagi tenaga pengajar yang
berbeda-beda gaya mengajar dan kemampuan melaksanakan pengajaran unit. Hasil
uji coba menjadi masukan bagi penyempumaan draft kurikulum.
c.
Menganalisis
dan merevisi hasil uji coba, serta mengkonsolidasikannya
Revisi dan penyempumaan draft teaching leammg units dilakukan
berdasarkan data dan informasi yang terkumpul selama langkah pengujian. Pada
langkah ini dilakukan pula penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi
teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum
dan ahli kurikulum. Produk langkah ini berupa teaching leaming units yang telah
teruji di lapangan. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat
disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
d.
Menyususn
kerangka teroritis.
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum
dilakukan guna menjamin:
1)
Apakah
ide-ide dan konsep-konsep dasar yang digunakan telah terakomodasi?
2)
Apakah
lingkup isi telah memadai?
3)
Apakah
isi telah tersusun berurutan secara logis?
4) Apakah
aktivitas pembelajarannya memberikan peluang untuk pengembangan keterampilan
mtelektual dan pemahaman emosi secara kumulatif.
Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum
dan para professional kurikulum lainnya. Produk dari langkah-langkah ini adalah
dokumen kurikulum yang siap untuk diimplementasikan dan diidentifikasikan.
e.
Menyusun
kurikulum yang dikembangkan secara menyeluruh dan mengumumkannya.
Instalasi dan desiminasi adalah peresmian dan
penyebarluasan kurikulum hasil pengembangan, sebagai sub sistem pada sistem
sekolah secara menyeluruh. Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada
administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam
kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai
masalah: seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di
kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang
diperlukan dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam
penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal.
Referensi [dari berbagai sumber internet]
Komentar
Posting Komentar